Rencana implementasi
program bela negara menuai kontroversi. Bagi para pendukungnya, program bela
negara diyakini mampu mengkonstruksi semangat nasionalisme yang dianggap
terdesak oleh dinamika global. Di satu pihak, pihak penentang mengelompok
secara heterogen, yakni sebagian menjadi penentang bersyarat dan sebagain yang
lain merupakan pihak yang menentang tanpa syarat. Persyaratan umumnya menyangkut
kriteria teknis kelembagaan dan politik anggaran. Didasari keyakinan yang sama
dengan kelompok pendukung, keberatan yang diajukan pun tidak menyentuh subtansi
persoalan bahwa implementasi program bela negara sendiri memiliki permasalahan
intrinsik. Para penentang tanpa syarat pada dasarnya mengajukan suatu kritik
substantif. Substansi yang dipersoalkan mencakup isu yang cukup luas, dimulai
dari indikasi upaya militerisasi sipil, potensi pelanggaran HAM dan sampai pada landasan situasional kemendesakan
hingga program ini perlu dengan segera diimplementasikan.
Penulis mengupayakan
elaborasi atas wacana konstitusionalitas konsep bela negara dan relevansinya
dengan dasar filosofi negara sebagaimana dimaksud para bapak bangsa. Dasar
konstitusional program bela negara dapat ditemukan pada Pasal 27 Ayat (3) UUD
Negara RI Tahun 1945 yang menentukan hak dan kewajiban warga negara untuk turut
serta dalam membela negara. Warga negara dengan demikian oleh konstitusi diwajibkan
berpartisipasi di dalam setiap upaya pembelaan atas negara, dan oleh karena elemen
kunci diskursus bela negara terletak pada negara itu sendiri, maka perlu
diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud oleh konstitusi sebagai negara.
Apa itu negara tidak
dapat dengan mudah ditemukan dalam naskah konstitusi, tidak ada suatu rumusan
eksplisit layaknya yang terdapat dalam bagian ketentuan umum suatu regulasi.
Sehingga, perlu pembacaan sistematik atas keseluruhan bagian konstitusi. Muqadimmah
(pembukaan) konstitusi menguraikan alasan penyusunan undang-undang dasar negara Indonesia yang disebutkan bermuasal
dari usaha pemenuhan tujuan dari pembentukan suatu pemerintah negara Indonesia
itu sendiri sekaligus manifestasi atas kemerdekaan bangsa. Tujuan yang dimaksud
terdiri dari 4 rumusan tujuan yang terkenal itu; pertama, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia; kedua, memajukan
kesejahteraan umum; ketiga,
mencerdaskan kehidupan bangsa; dan keempat,
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial. Singkatnya, sebagaimana maksud pembukaan, segala
usaha mencapai tujuan di atas pada tahap selanjutnya diorganisasikan dalam
bentuk susunan negara Republik Indonesia. Negara yang bagaimana? Negara yang
berkedaulatan rakyat dengan dasar Pancasila.
Pembicaraan mengenai
negara dalam konteks konstitusi, dengan demikian, melibatkan unsur-unsur
seperti: paradigma anti penjajahan (lihat paragraf awal pembukaan), kemerdekaan,
perjuangan kemerdekaan, tujuan negara Indonesia merdeka, kedaulatan rakyat dan
Pancasila. Perspektif Bung Karno (BK)
sangat relevan untuk meninjau persoalan ini. Secara teoritis, BK memulai
kajiannya, negara merupakan organisasi kekuasaan atau dengan kata lain kekuasaan
yang terorganisasikan sedemikian rupa sehingga pemegang kekuasaan dapat meraih
tujuannya melalui keberadaan negara tersebut. Sebagai misal negara Hindia
Belanda pra kemerdekaan, tuan kolonial berlaku sebagai penguasa yang menggunakan
instrumen negara untuk menjalankan praktik penghisapan dalam rupa modus
kolonialisme yang kemudian berlanjut
dengan kapitalisme-kolonial. Tingkah dan laku negara Hindia Belanda niscaya
mengekspresikan tujuan pihak penguasa.
Pendirian Negara Republik
Indonesia pertama-tama dimaksudkan untuk menegasi keberadaan negara kolonial
atau bentuk penjajahan lainnya, penekanan ini diafirmasi oleh para pendiri
bangsa di dalam pembukaan konstitusi dengan penegasan bahwa “...kemerdekaan
ialah hak segala bangsa...” dan sebab itu perlu ”..dihapuskan karena tidak
sesuai dengan pri kemanusia dan pri keadilan.” Penegasan semacam itu selaras
dengan pandangan BK bahwa Negara Indonesia Merdeka adalah organisasi-nya bangsa
Indonesia yang berhasil merebut kekuasaan dari kontrol kolonialisme Belanda dan
fasisme Jepang. Disebutkannya pula bahwa berdirinya Negara Republik Indonesia,
bangsa Indonesia berada pada fase perjuangan lebih tinggi dibanding sebelumnya.
Disebut lebih tinggi karena bangsa Indonesia telah memasuki medan pertempuran
baru, yakni menemukan dan mengatasi sumber persoalan bangsa. Negara Republik
Indonesia lantas dipandang sebagai alat perjuangan yang lebih maju
dibanding dengan partai politik atau
organisasi massa yang dipergunakan bangsa Indonesia pada saat melawan
kolonialisme Belanda.
Jejak paradigma
tersebut dapat dengan mudah diketemukan dalam naskah konstitusi kita, terutama
sekali bagian pembukaan yang selanjutnya dijabar ke dalam rumusan pasal-pasal.
Tujuan utama pendirian negara, telah disampaikan di muka, dapat dijumpai dalam
alinea keempat pembukaan. Negara yang akan dipergunakan untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut adalah negara berkedaulatan rakyat dengan dasar
Pancasila. Dasar-dasar yang dicakup dalam Pancasila sendiri terdiri dari
berbagai prinsip.
Apabila dibandingkan dengan
wacana yang berkembang di beberapa kalangan, apa yang dikehendaki konstitusi
sebagai pembelaan atas negara seakan direduksi semata-mata ke dalam persoalan
nasionalisme semata. Padahal telah jelas bahwa negara yang dimaksud konstitusi
yang warganya berhak sekaligus wajib membela adalah negara berkedaulatan rakyat
berdasar Pancasila. Menggunakan nalar pendiri bangsa, pemegang kedaulatan atau
kekuasaan tertinggi atas negara adalah rakyat Indonesia. Pancasila sebagai
dasar pun tidak hanya mengandung prinsip nasionalisme semata, terdapat
prinsip-prinsip lain yang bertalian secara dialektis satu sama lain di
dalamnya. Ini berarti bahwa konsep bela negara tidak semata-mata ditujukan pada
pembelaan atas negara sebagai negara, melainkan negara sebagai organisasi-nya
rakyat atau dengan kata lain membela rakyat itu sendiri.
Opini penulis akan
ditutup dengan pertanyaan berikut:
“apakah bela negara hanya bermakna perlawanan atas agresi asing?”. “Apakah
bela negara bertujuan untuk menciptakan stabilitas politik?”. “Apakah mogok
kerja yang dilakukan karyawan bukan termasuk bela negara?”.”Aksi mahasiswa
menentang UU Sisdiknas, kenaikan tarif dasar listrik atau privatisasi BUMN
tidak dapat digolongkan sebagai tindakan bela negara atau malah dianggap
sebaliknya?”. Jawabannya tersedia alam pemahaman yang jernih bahwa negara bukan
berhala yang harus disembah-sembah. Negara berdiri untuk kepentingan rakyat
(berkedaulatan rakyat) serta rakyat membela negara karena negara ada untuk
rakyat dan bukan sebaliknya.
[1]
Dimuat pada harian Bali Post edisi 24 Oktober 2015/http://balipost.realviewdigital.com/?iid=130690&startpage=page0000006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar