Minggu, 01 November 2015

(Mem)bela Negara Berkedaulatan Rakyat dan Pancasila[1]

Rencana implementasi program bela negara menuai kontroversi. Bagi para pendukungnya, program bela negara diyakini mampu mengkonstruksi semangat nasionalisme yang dianggap terdesak oleh dinamika global. Di satu pihak, pihak penentang mengelompok secara heterogen, yakni sebagian menjadi penentang bersyarat dan sebagain yang lain merupakan pihak yang menentang tanpa syarat. Persyaratan umumnya menyangkut kriteria teknis kelembagaan dan politik anggaran. Didasari keyakinan yang sama dengan kelompok pendukung, keberatan yang diajukan pun tidak menyentuh subtansi persoalan bahwa implementasi program bela negara sendiri memiliki permasalahan intrinsik. Para penentang tanpa syarat pada dasarnya mengajukan suatu kritik substantif. Substansi yang dipersoalkan mencakup isu yang cukup luas, dimulai dari indikasi upaya militerisasi sipil, potensi pelanggaran HAM dan  sampai pada landasan situasional kemendesakan hingga program ini perlu dengan segera diimplementasikan.

Penulis mengupayakan elaborasi atas wacana konstitusionalitas konsep bela negara dan relevansinya dengan dasar filosofi negara sebagaimana dimaksud para bapak bangsa. Dasar konstitusional program bela negara dapat ditemukan pada Pasal 27 Ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 yang menentukan hak dan kewajiban warga negara untuk turut serta dalam membela negara. Warga negara dengan demikian oleh konstitusi diwajibkan berpartisipasi di dalam setiap upaya pembelaan atas negara, dan oleh karena elemen kunci diskursus bela negara terletak pada negara itu sendiri, maka perlu diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud oleh konstitusi sebagai negara.

Apa itu negara tidak dapat dengan mudah ditemukan dalam naskah konstitusi, tidak ada suatu rumusan eksplisit layaknya yang terdapat dalam bagian ketentuan umum suatu regulasi. Sehingga, perlu pembacaan sistematik atas keseluruhan bagian konstitusi. Muqadimmah (pembukaan) konstitusi menguraikan alasan penyusunan undang-undang dasar  negara Indonesia yang disebutkan bermuasal dari usaha pemenuhan tujuan dari pembentukan suatu pemerintah negara Indonesia itu sendiri sekaligus manifestasi atas kemerdekaan bangsa. Tujuan yang dimaksud terdiri dari 4 rumusan tujuan yang terkenal itu; pertama, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia; kedua, memajukan kesejahteraan umum; ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa; dan keempat, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Singkatnya, sebagaimana maksud pembukaan, segala usaha mencapai tujuan di atas pada tahap selanjutnya diorganisasikan dalam bentuk susunan negara Republik Indonesia. Negara yang bagaimana? Negara yang berkedaulatan rakyat dengan dasar Pancasila. 

Pembicaraan mengenai negara dalam konteks konstitusi, dengan demikian, melibatkan unsur-unsur seperti: paradigma anti penjajahan (lihat paragraf awal pembukaan), kemerdekaan, perjuangan kemerdekaan, tujuan negara Indonesia merdeka, kedaulatan rakyat dan Pancasila. Perspektif  Bung Karno (BK) sangat relevan untuk meninjau persoalan ini. Secara teoritis, BK memulai kajiannya, negara merupakan organisasi kekuasaan atau dengan kata lain kekuasaan yang terorganisasikan sedemikian rupa sehingga pemegang kekuasaan dapat meraih tujuannya melalui keberadaan negara tersebut. Sebagai misal negara Hindia Belanda pra kemerdekaan, tuan kolonial berlaku sebagai penguasa yang menggunakan instrumen negara untuk menjalankan praktik penghisapan dalam rupa modus kolonialisme  yang kemudian berlanjut dengan kapitalisme-kolonial. Tingkah dan laku negara Hindia Belanda niscaya mengekspresikan tujuan pihak penguasa.

Pendirian Negara Republik Indonesia pertama-tama dimaksudkan untuk menegasi keberadaan negara kolonial atau bentuk penjajahan lainnya, penekanan ini diafirmasi oleh para pendiri bangsa di dalam pembukaan konstitusi dengan penegasan bahwa “...kemerdekaan ialah hak segala bangsa...” dan sebab itu perlu ”..dihapuskan karena tidak sesuai dengan pri kemanusia dan pri keadilan.” Penegasan semacam itu selaras dengan pandangan BK bahwa Negara Indonesia Merdeka adalah organisasi-nya bangsa Indonesia yang berhasil merebut kekuasaan dari kontrol kolonialisme Belanda dan fasisme Jepang. Disebutkannya pula bahwa berdirinya Negara Republik Indonesia, bangsa Indonesia berada pada fase perjuangan lebih tinggi dibanding sebelumnya. Disebut lebih tinggi karena bangsa Indonesia telah memasuki medan pertempuran baru, yakni menemukan dan mengatasi sumber persoalan bangsa. Negara Republik Indonesia lantas dipandang sebagai alat perjuangan yang lebih maju dibanding  dengan partai politik atau organisasi massa yang dipergunakan bangsa Indonesia pada saat melawan kolonialisme Belanda.
Jejak paradigma tersebut dapat dengan mudah diketemukan dalam naskah konstitusi kita, terutama sekali bagian pembukaan yang selanjutnya dijabar ke dalam rumusan pasal-pasal. Tujuan utama pendirian negara, telah disampaikan di muka, dapat dijumpai dalam alinea keempat pembukaan. Negara yang akan dipergunakan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut adalah negara berkedaulatan rakyat dengan dasar Pancasila. Dasar-dasar yang dicakup dalam Pancasila sendiri terdiri dari berbagai prinsip.

Apabila dibandingkan dengan wacana yang berkembang di beberapa kalangan, apa yang dikehendaki konstitusi sebagai pembelaan atas negara seakan direduksi semata-mata ke dalam persoalan nasionalisme semata. Padahal telah jelas bahwa negara yang dimaksud konstitusi yang warganya berhak sekaligus wajib membela adalah negara berkedaulatan rakyat berdasar Pancasila. Menggunakan nalar pendiri bangsa, pemegang kedaulatan atau kekuasaan tertinggi atas negara adalah rakyat Indonesia. Pancasila sebagai dasar pun tidak hanya mengandung prinsip nasionalisme semata, terdapat prinsip-prinsip lain yang bertalian secara dialektis satu sama lain di dalamnya. Ini berarti bahwa konsep bela negara tidak semata-mata ditujukan pada pembelaan atas negara sebagai negara, melainkan negara sebagai organisasi-nya rakyat atau dengan kata lain membela rakyat itu sendiri.

Opini penulis akan ditutup dengan pertanyaan berikut:  “apakah bela negara hanya bermakna perlawanan atas agresi asing?”. “Apakah bela negara bertujuan untuk menciptakan stabilitas politik?”. “Apakah mogok kerja yang dilakukan karyawan bukan termasuk bela negara?”.”Aksi mahasiswa menentang UU Sisdiknas, kenaikan tarif dasar listrik atau privatisasi BUMN tidak dapat digolongkan sebagai tindakan bela negara atau malah dianggap sebaliknya?”. Jawabannya tersedia alam pemahaman yang jernih bahwa negara bukan berhala yang harus disembah-sembah. Negara berdiri untuk kepentingan rakyat (berkedaulatan rakyat) serta rakyat membela negara karena negara ada untuk rakyat dan bukan sebaliknya.


[1] Dimuat pada harian Bali Post edisi 24 Oktober 2015/http://balipost.realviewdigital.com/?iid=130690&startpage=page0000006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar